Inilah 5 Ponsel Android Termewah di Dunia

Begitu banyak ponsel Android dijual di pasar, dari yang mahal sampai yang murah meriah. Bagi yang suka dengan barang mewah, beberapa produsen juga menyediakan ponsel Android dengan harga selangit.

Ya, beberapa vendor membuat handset Android yang kental dengan unsur mewah. Baik dari sisi desain maupun material pembuatannya.

Berikut beberapa contoh ponsel Android super mewah, seperti dikutip detikINET dari berbagai sumber.

1. Grand Touch

Ponsel Google Nexus S besutan Samsung normalnya dijual tidak lebih dari Rp 5 juta. Akan tetapi handset Nexus S yang satu ini dibanderol mulai dari USD 3.000 atau sekitar Rp 25,6 juta.

Seperti umumnya handset dengan harga di luar kewajaran, Nexus S tersebut dimodifikasi penampilannya sehingga tampak mewah. Perusahaan pembuatnya adalah Mobiado yang berbasis di Kanada.

Nexus S dari Mobiado pun diubah namanya menjadi Grand Touch. Material asli Nexus S yang dominan plastik pun diganti dengan bahan mewah.

Edisi Grand Touch CNC yang dijual USD 3000, dibuat dari material pembuatan pesawat terbang. Sedangkan Grand Touch GCB yang harganya USD 4000 dilapisi emas murni 24 karat.

Dari sisi spesifikasi, tidak ada yang berubah dibanding Nexus S edisi biasa. Handset ini membawa fitur-fitur seperti layar Super Amoled, memori internal 16 GB, kamera 5MP dengan LED Flash dan memakai sistem operasi Android Gingerbread.

2. Tag Heuer Racer

Tahun ini, produsen jam mewah Tag Heuer meluncurkan smartphone Android bernama Racer. Sesuai namanya, Racer mengusung konsep mobil balap dan dibanderol USD 3.700 atau berkisar Rp 36 juta.

Apa yang membuatnya dibanderol begitu mahalnya dan mewah? Salah satunya karena bentuknya yang terinspirasi dari mobil Formula 1 dan GT racing sehingga membuatnya terlihat elegan.

Kemewahannya terlihat pula di material bodi yang digunakan seperti carbon fiber dan titanium. Tag Heuer Racer juga menggunakan casing berlapis karet dan tahan banting.

Smartphone mewah tersebut mulai bisa dibeli pada bulan Juli. Tentu saja menyasar para orang kaya.

3. Lamborghini TL700

Lamborghini, produsen mobil sport mewah asal Italia kini masuk juga ke pasar smartphone. Mereka merilis ponsel yang memakai sistem operasi Android.

Handset Lamborghini TL700 memiliki bentang layar 3,7 inch, prosesor Qualcomm, kamera 5 megapixel, kamera depan VGA dan OS Android 2.3 alias Gingerbread. Sedangkan baterainya sebesar 1.400 mAh.

Meskipun spesifikasinya tampak biasa saja, desain serta materialnya memang eksklusif. Tengok saja, bahan pembuatannya dari emas dan kulit buaya. Adapun desainnya menampakkan agresifitas khas layaknya supercar Lamborghini.

Harga Lamborghini TL700 adalah USD 2.750 atau sekitar Rp 25,7 juta. Ponsel besutan Lamborghini tersebut rencananya akan dijual pertama kali di Rusia.

4. Tag Heuer Link

Namun handset Android yang satu ini harganya juga sangat tinggi, bahkan mungkin hampir cukup untuk menebus sebuah mobil second. Ponsel bernama Tag Heuer Link tersebut pada awal kemunculannya di tahun 2011 dijual mulai USD 8.400 atau sekitar Rp 72 juta.

Jelas, segmen pasarnya menyasar orang kaya. Memang sebagai produsen jam tangan kelas atas, Tag Heuer tentu tidak mau bikin perangkat biasa-biasa saja kala terjun ke bisnis ponsel.

Menggunakan sistem operasi Android Froyo, spesifikasi Tag Heuer Link tidak jauh berbeda dari ponsel Android lain yang meluncur kala itu. Misalnya kamera 5 MP, layar 3,5 inch dengan resolusi 800x480 serta konektivitas lengkap.

Yang membuatnya dibanderol tinggi adalah desain eksklusif serta material premium. Dibalut casing stainless steel, emas dan titanium, peminat juga bisa memilih bahan cover dari kulit.

Ponsel ini memiliki berbagai kustomisasi ala jam tangan mewah Tag Heuer. Dari wallpaper, ringtone, widget dan sebagainya. Sebagian sudut bodinya juga mengambil inspirasi dari jam tangan nan mahal itu.

5. Ulysse Nardin Chairman

Tidak dapat dipungkiri, Ulysse Nardin Chairman bukan hanya smartphone Android paling mahal, namun mungkin juga smartphone tertinggi harganya secara keseluruhan. Guiness World Record bahkan menobatkannya sebagai ponsel termahal.

Memangnya berapa harganya? Mencapai sekitar USD 130 ribu. Dengan harga setinggi itu, Chairman jelas punya beberapa keistimewaan. Setiap unitnya dibuat dengan tangan dan dibutuhkan waktu pemesanan sampai 8 bulan sebelum sampai ke tangan konsumen.

Jumlah unit yang terjual sangat terbatas, hanya 1.846 unit per tahunnya. Handset ini punya 3.000 butir berlian, salah satu faktor yang membuat harganya melambung.

Selain sisi desain yang mewah, spesifikasinya pun tidak begitu mengecewakan. Chairman memakai OS Android yang sudah dimodifikasi dan layar seluas 3,2 inch. Sedangkan kameranya beresolusi 8 megapixel.

sumber :http://forum.detik.com/inilah-5-ponsel-android-termewah-di-dunia-t471260.html?i9933frm

Evolusi Logo 6 Penguasa Teknologi

Beberapa perusahaan teknologi punya sejarah panjang sebelum meraksasa seperti sekarang. Begitu juga dengan logo perusahaan yang berevolusi dari waktu ke waktu.

Cukup banyak perusahaan yang gonta ganti logo. Dengan berbagai alasan, misalnya agar terlihat lebih modern.

Berikut evolusi logo beberapa perusahaan teknologi raksasa, seperti detikINET kutip dari berbagai sumber.

Apple

Di tahun 1976, Steve Wozniak dan Steve Jobs mendirikan cikal bakal Apple. Logo pertama mereka adalah gambar kompleks Isaac Newton sedang duduk di bawah pohon Apple.

Logo tersebut didesain oleh teman dekat Wozniak dan Jobs, Ronald Wayne. Ronald sejatinya turut diajak mendirikan Apple, namun kemudian ia keluar tidak lama sesudah bergabung.

Steve Jobs kemudian menilai logo yang terlalu rumit tersebut jadi salah satu penyebab tersendatnya penjualan komputer Apple 1. Dia kemudian menyewa desainer bernama Rob Janoff yang membuat logo Apple kedua. Logo berwarna warni ini digunakan tahun 1976 sampai 1998.

Rumor menyebutkan bahwa logo Apple growak terinspirasi dari kisah bapak modern komputer, Alan Turin yang bunuh diri dengan Apple beracun. Namun Janoff membantah dengan menyatakan ia mendesain seperti itu untuk menghindarkan kesan logo Apple seperti buah biasa.

Tahun 1998, beberapa saat sesudah Jobs kembali memimpin Apple, logo Apple diubah lagi. Kali ini dengan nuansa lebih modern dan warna monokrom.

 

Canon

Logo perusahaan kamera asal Jepang, Canon, cukup banyak berganti sepanjang sejarahnya. Pada tahun 1930, Goro Yoshida dan saudaranya Saburo Uchida mendirikan perusahaaan bernama Precision Optical Instruments Laboratory.

Empat tahun kemudian, mereka meluncurkan kamera pertamanya yang diberi nama Kwanon. Kwanon adalah tokoh dalam agama Buddha. Logo pertama mereka pun menggambarkan sosok Kwanon.

Seiring berjalannya waktu, Canon menyederhanakan logonya. Pada tahun 1953, mereka mengubah nama perusahaan menjadi Canon dari yang awalnya Kwanon. Sejak tahun 1956, logo Canon relatif tidak berubah sampai zaman sekarang.

Google

Pada tahun 1996, dua lulusan jurusan ilmu komputer Stanford University mendirikan mesin pencari Google. Mereka adalah Sergey Brin dan Larry Page yang sampai sekarang masih aktif mengendalikan Google.

Awalnya, nama perusahaan adalah Googol. Tahun 1998, mereka mengubahnya menjadi Google Inc. Logo pertamanya diciptakan oleh Sergey Brin dengan bantuan aplikasi pengolah gambar.

Pada tahun 1999, seorang profesor Consultan Art dari Stanford University bernama Ruth Kedar menciptakan logo baru Google. Sampai sekarang, logo hasil desainnya masih setia dipakai Google.

 

IBM

Tahun 1924, International Business Machines (iBM) terbentuk hasil merger dari perusahaan The International Time Recording Company dan Computing Scale Company. Sebelumnya, nama mereka adalah Computing-Tabulating-Recording Company. IBM mengadopsi logo pertamanya yang cukup modern.

Tahun 1947, IBM mengubah logo untuk pertama kali dalam dua dekade. Menjadi lebih simpel dengan huruf besar.

Kemudian pada tahun 1956, di bawah kepemimpinan Paul Rand, IBM kembali berganti logo. Kali ini dengan warna berubah hitam legam. Pada tahun 1972, terjadi lagi perubahan logo yang cukup signifikan. Bentuknya seperti yang kita kenal sekarang.

 

Microsoft

Microsoft didirikan pada tahun 1975 oleh Bill Gates dan Paul Allen. Logo pertama mereka berupa huruf dengan Micro dan Soft terpisah atas dan bawah.

Kemudian pada tahun 1982, Microsoft memperkenalkan logo barunya. Yang menarik dari logo ini adalah huruf o yang tidak biasa wujudnya, dijuluki sebagai Blibbet.

Pada tahun 1987, didesain logo baru Microsoft seperti yang dikenal sampai sekarang ini. Dalam logo baru ini, huruf o juga berbeda dari yang lain karena tidak utuh bentuknya. Mirip dengan Pac Man.

 

Samsung

Samsung didirikan pada tahun 1938 sebagai perusahaan dagang kecil-kecilan, yang memproduksi makanan seperti mie dan seafood. Samsung sendiri berarti 3 bintang, yang tampak jelas dalam logo pertamanya yang berbahasa Korea.

Logo berbahasa Inggris Samsung akhirnya muncul pada tahun 1969 ketika Samsung Electronics didirikan sebagai bagian dari Samsung Group. Kala itu, mereka masih memproduksi televisi dan radio kecil kecilan.

Pada tahun 1980, logo Samsung berganti lagi. Yang paling kelihatan berubah adalah logo tiga bintang di samping kanan huruf.

Versi baru logo Samsung kembali diperkenalkan pada tahun 1993 oleh chairman Lee Kun Hee yang masih dipakai sampai sekarang ketika perusahaan itu berjaya.

sumber  :
http://inet.detik.com/read/2012/07/26/152643/1975725/398/1/evolusi-logo-6-penguasa-teknologii991102105

 

Mengintip Karyawan Google dari Berbagai Bangsa

Dalam menerima karyawan, Google tidak memandang suku atau bangsa. Yang dihitung benar-benar hanya kemampuan calon karyawan.

Pintu Google pun terbuka lebar bagi mereka yang sungguh bertalenta tinggi, dari segala bangsa. Tidak mengherankan, karyawan Google berasal dari berbagai negara.

Simak suasana kerja multikultural di kantor Google berikut ini, dikutip detikINET dari NYTimes, Kamis (26/7/2012).

Lahir di mancanegara

Tampak dalam gambar karyawan Google di kantor pusat Google yang berlokasi di Mountain View, California. Terlihat beberapa karyawan Google sibuk di meja kerjanya masing-masing.

Banyak pegawai Google berasal dari luar Amerika Serikat. Bahkan tercatat, separuh engineer Google lahir di luar negeri Paman Sam.

Bendera negara

Di salah satu sudut kantor Google, terlihat hiasan berupa bendera-bendera mini dari negara-negara di dunia. Menggambarkan dari mana sajakah asal karyawan Google.

Dari total 20 ribu karyawan raksasa internet ini, 2.000 di antaranya bekerja dengan menggunakan visa temporer.

Zona Kanada

Sebuah tulisan bertuliskan Canada Zone ditulis di sebuah papan. Tampaknya, pekerja yang berada di kursi tersebut berkebangsaan Kanada.

Google biasa mengajukan permohonan visa untuk para pekerja asal luar negeri untuk bekerja di AS. Mayoritas diterima, namun ada juga yang ditolak.

Navrongo

Beberapa ruangan di kantor Google sengaja dinamai sama dengan berbagai kota di seluruh dunia. Contohnya adalah ruangan ini yang dinamakan Navrongo. Navrongo adalah sebuah kota yang terletak di utara Ghana.

Pegawai India

Beberapa karyawan Google ada yang berasal dari India. Salah satunya adalah Sanjay Mavinkurve yang tampak dalam gambar ini.

Dia masih kesulitan mengurus visa AS untuk istrinya. Jadi untuk sementara, ia memutuskan tinggal dulu di Kanada, negara tetangga AS.

Tinggal di Kanada

Mavinkurve menikah dengan wanita bernama Samvita Padukone. Padukone kesulitan mendapat visa AS sehingga mereka pun tinggal di Kanada. Ia mengajukan pindah dari AS ke kantor Google di Kanada. Google pun mengizinkannya.

Di Kanada, Mavinkurve tinggal di apartemen dengan dua kamar tidur. Selain dengan istri, orang tuanya juga tinggal di situ

Video Conference

Sanjay sering bekerja via video conference dengan para pekerja Google lain di seluruh dunia. Dia pergi ke kantor pusat Google di Mountain View dua kali dalam sebulan.

Ketika Google tidak bisa meloloskan visa AS untuk karyawan kantor pusatnya, karyawan tersebut akan ditempatkan di kantor cabang Google. Mereka akan banyak bekerja via konferensi video.

Spesialis Visa

Untuk membantu karyawannya mengurus visa AS dan mengatasi hambatan yang terjadi, Google mempekerjakan spesialis imigrasi bernama Christine Doyle.

Doyle dipekerjakan full time oleh Google. Dia akan menolong karyawan Google mengurus administrasi visa sehingga kemungkinan besar diterima.

Makanan internasional

Para karyawan Google dikenal dimanjakan dengan makan enak dan bergizi. Menyadari banyak pekerjanya berasal dari beragam negara, Google juga banyak menyediakan jenis jenis makanan internasional.

sumber : http://inet.detik.com/read/2012/07/26/114314/1975317/398/1/mengintip-karyawan-google-dari-berbagai-bangsai991103105

Why Google's New Tablet Could Be The iPad's First Real Competition

Google is just a couple of days away from debuting a new tablet that could finally shake up a market utterly dominated so far by Apple’s iPad.
Reports from Gizmodo and others say Google is likely to introduce the diminutive 7-inch tablet at its Google I/O developers conference (whose Wednesday keynote I will be covering live here). The kicker, according to the reports: The tablet, built by Asus, will start at $199 for an 8 GB of memory, up to $249 for a 16 GB version. Update: Bloomberg confirmed the co-branded tablet.

Amazon.com’s Kindle Fire already plowed this pricing ground, of course, so such a tablet wouldn’t be entirely new. But while the Fire has been reasonably successful for Amazon, it hasn’t made much of an apparent dent in the iPad because of its limitations, including a somewhat app platform controlled by Amazon itself. And the Fire doesn’t run a standard version of Android, making it tougher yet for developers to do apps for it.
Let’s not forget Microsoft‘s coming Surface tablet, either. But the reported pricing on that device, introduced last week, sounds quite close to the iPad’s. So unless it’s significantly better, which seems doubtful, it seems unlikely to mount a serious challenge.
But Google’s tablet, assuming as Chairman Eric Schmidt has promised (and this is a very big assumption) that it performs well, could for the first time challenge the iPad. And it would come at a time when tablets are the focus of everyone in tech from chipmakers and hardware manufacturers to app developers to marketers and publishers hoping to capitalize on a new mobile Internet device that could give them the creative canvas to rival (or exceed) the appeal of television and magazines. Here’s why Google might have a hit this time:
* It’s cheap. Now, merely being cheap won’t guarantee people will buy it in sufficient numbers to matter. But at $199, it doesn’t have to be every bit as good as the iPad. As Clayton Christensen has noted in cases dating all the way back to the transistor radio in the 1950s, a rival can most successfully challenge an established incumbent not by matching it feature-by-feature, but by offering something good enough for most people for a lot less money.
* The rock-bottom price will attract more app developers. If it’s decent enough to sell a lot thanks to the low price, that suddenly makes Android a more attractive platform for app developers. One of several reasons the iPad is the most popular app platform is that Apple controls the operating system version so developers don’t need to rewrite an app for each device running different versions.
Android is so fractured that it has been too much hassle for many developers to bother creating several versions of their app to run on devices running various Android versions. But all it takes is a hit product using the latest version of Android that sells in the millions–admittedly, not an easy goal to meet–to create that single standard that would help make Android apps a must for developers.
Of course, there are many reasons why this tablet, assuming it does indeed materialize (and today, that’s not a sure thing), could fall flat. Google’s record on its own hardware is poor, between the ill-fated Nexus smartphone to the Chromebook cloud notebook. And it has to overcome a considerable backlog of skepticism by developers about Android. Indeed, AllThingsD’s Ina Fried makes a good point that unless Google can persuade developers to create more tablet-native apps, it won’t matter how good the hardware is.
What’s more, Apple no doubt has some pricing tricks up its sleeve, so it could come out with a cheaper tablet. Given Apple’s brand, unmatched design expertise, and quality control, it needn’t match Google’s price–just get a little closer–to keep a not-as-good $200 tablet at bay.
Not least, depending on which features it sports, Google could end up mostly battling the Kindle Fire, leaving Apple’s iPad to remain popular even at a much higher price.

Still, it seems likely that before too long, Apple will face the first serious challenge to a device on which much of its future success depends.
Update June 27: Now that the device has been announced, if not placed in many people’s hands yet, Forbes writers Eric Savitz and Connie Guglielmo are weighing in with posts on how this is more of a challenge to Amazon’s Kindle Fire than to the iPad–and they’re right, at least for now. But I think that Google’s broad ambitions and new focus not only on hardware but on hardware that’s more tightly integrated with video and other media services make it a formidable competitor.
More than that, though, I think that if it proves to be a compelling tablet in its own right–and very early reviews so far are mostly positive–it could start to attract people who simply can’t afford an iPad or choose not to pay that much. That, more than matching an established product feature for feature, is what could eventually erode the iPad’s dominance.

sumber :
http://www.forbes.com/sites/roberthof/2012/06/25/why-googles-new-tablet-could-be-the-ipads-first-real-competition/2/

Why Google's Nexus 7 Tablet Is Hotter Than Apple's iPad

For once, an Apple product isn’t the hottest piece of hardware on the scene. This week, at least, that highly enviable status goes to Google‘s new Nexus 7 tablet. According to reports, several retailers are sold out of the 7-inch tablet, and even Google’s own online store only has the cheaper, $199 8-GB version. The $249 16-GB version is no longer available anywhere except on eBay for a steep premium.

Of course, you have to remember that selling out doesn’t mean much without knowing how many sold out. This is a classic Apple ploy, though to give Apple credit, it usually turns out later that it sold a ton of whatever sold out. No matter, selling out a product shortly after its release still works great as a marketing tool, as you can see from the coverage gushing about “incredible demand.”


But Google deserves credit for more than just marketing. Now that I’ve tried it for several weeks, with a model provided temporarily by Google at its I/O developer conference, I can tell you why the Nexus 7 is the latest hot gadget:
* It looks and feels, to use the technical term, slick. The fact is, Apple’s products have a look and feel that few can match, and even the Nexus 7 doesn’t quite get there. But it’s pretty damn close. It feels substantial, while substantially lighter, of course, than the iPad. The swiping is very smooth as well.
* The 7-inch size is appealing and convenient. It’s easy to hold it in one hand, while swiping with the other. It also fits in a pants or shorts pocket (or purse, I’m guessing) surprisingly well for temporary transport. So I end up taking it more places than my larger tablet.
* The screen is no Retina like the latest iPad, but it still looks sharp and bright.
* It may not have all the apps, or some of the latest and greatest, that Apple has, but it’s got plenty. And some very nice ones, too, such as Flipboard and my current favorite, The Night Sky.
* Almost forgot–it’s cheap! For $199, it’s less than half the current $399 minimum for an iPad. That makes the Nexus 7 close to an impulse item, or at least a gift that won’t break the bank.

* Uber-reviewers Walt Mossberg of the Wall Street Journal, David Pogue of the New York Times, and even Apple fanboy/Google hater MG Siegler, himself, all like it. So does almost everyone else.
For all that, I can’t help mentioning the downsides. The default screens are a mess of apps, My Library (which features an Esquire cover of Bruce Willis that I really don’t want to see anymore), and recommended apps and magazines I couldn’t care less about (Country Weekly magazine? Really?). The app organization is also haphazard, making it hard to find some basic ones. Google Play, for instance, seems really key to Google’s ultimate success at mobile devices and apps, but it’s buried a menu layer deep. Update: It’s also on the bottom toolbar. The real problem is that the icon, a shopping bag with an arrow logo, doesn’t say app store to me or anyone else I’ve shown it to. And who besides us Google watchers know that “Google Play” is an app store anyway?
As many have noted, there’s not much content in its Google Play store. But that means almost nothing to me because I’m a Netflix and an Amazon Prime subscriber so I can get Amazon Instant Video (but only via an arcane browser tweak, so that remains an issue for now). There’s also a Kindle app for Amazon books. It doesn’t have a
front
rear-facing camera. Since I’m not using a tablet to take photos (and, in what is a weird omission, there is no built-in camera app), and since Skype is one of the killer apps as far as I’m concerned, the single front-facing one works fine for me. It’s WiFi only, though again, I wouldn’t pay for another monthly data plan anyway. With only 8 or 16 GB of storage, you better be comfortable storing most of your stuff in the cloud (I am).

And there’s apparently a problem with the touchscreen (though I haven’t run across it yet) that’s especially a problem for playing games. My own complaint about the screen, and it’s minor, is that it’s just a tad too small, or at least the border around the screen is. It’s hard to pick up along the side, because too often I end up touching an icon and launching an app or stopping a video when I don’t want to. The recessed side buttons are a little hard to reach sometimes, too. These are quibbles, though.
Not least, it looks like Apple is readying its own smaller iPad for under $300. That could well steal the Nexus 7′s thunder–especially since it almost certainly will do two or three things better than the Nexus 7, because it’s Apple and because it will be newer.
But for the next few months, at least, Google has a bona fide hit on its hands. And for all the right reasons, not just manufactured scarcity.

sumber :
http://www.forbes.com/sites/roberthof/2012/07/21/why-googles-nexus-7-tablet-is-hotter-than-apples-ipad/2/